Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

PERAYAAN NATAL


Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta.


Foto : Istimewa

Perayaan natal selalu disambut dengan suka cita di mana-mana. Hampir setiap rumah orang Nasrani tentu ada berbagai atribut natal seperti pohan natal, tumpukan kado di bawah pohon natal, persediaan makanan yang berlimpah, dan persediaan baju baru. Semua orang senang memandang pohon natal yang kini tidak harus berupa pohon cemara. Justru pohon natal yang sedang digemari masyarakat sekarang adalah pohon yang bahannya berasal dari sampah seperti botol minuman kosong, sedotan plastik, bahkan sabut kelapa. Kado-kado yang tergeletak di bawah pohon natal juga menggoda hati untuk membukanya, meskipun kita semua sudah tahu bahwa kado itu isinya kosong melompong.
Media massa elektronik tidak ingin ketinggalan dalam menghibur masyarakat menjelang Natal dan tahun baru. Hampir semua statsiun televisi menayangkan  film-film yang mengharukan dan lucu. Baru saja saya menemukan berita tentang 10 film natal terbaik, yang bahkan sampai sekarang masih sering ‘didaur ulang’ oleh berbagai stasiun televisi. Salah satu film natal favorit saya adalah Home Alone (Padji, 2010). Film itu mengingatkan nasib saya pada masa lampau yang sering sendirian, jauh dari sanak keluarga pada hari-hari besar keagamaan.

Suasana yang menyenangkan juga datang dari tempat kerja saya, yaitu libur panjang. Libur panjang berarti libur dari keharusan mengajar dan menyiapkan materi pelajaran. Saya berkesempatan untuk menulis esai sepuas-puasnya, tanpa khawatir mendapat telepon dari mahasiswa yang menagih materi kuliah. Saya juga terbebas dari keharusan berkendaraan sepeda motor yang melelahkan dan mengarungi jalanan yang macet. Sungguh menyegarkan liburan Natal kali ini.
Hal-hal yang menyenangkan di atas, sayangnya tidak didukung oleh berita-berita yang menginspirasi. Berita yang muncul justru meyesakkan hati, seperti MUI: Umat Islam tidak usah ucapkan selamat Natal, karena mengikuti ritual Natal adalah haram (Purnomo, 2012). Bahkan juga ada berita bahwa tokoh Islam di Indonesia yang memberi ucapan Natal kepada Umat Kristiani jelas-jelas menjerumuskan umat Islam (Aco, 2012). Sungguh sedih membaca berita yang menurut pendapat saya sangat picik. Indonesia yang begitu luas dan sangat plural baik bahasa, budaya, etnis, dan agamanya, mengapa hari raya umat Nasrani seolah-olah seperti ‘anak tiri’.
Hal yang menarik, himbauan Majelis Ulama Indonesia tersebut ternyata tidak dipatuhi oleh dua tokoh nasional yang sedang menjadi pembicaraan masyarakat yaitu Jusuf Kalla dan Joko Widodo yang kerap dipanggil sebagai Jokowi. Baru-baru ini, Jusuf Kalla justru mengucapkan selamat Natal pada masyarakat Nusa Tenggara Timur (Seo, 2012). Jokowi, orang nomor satu di Jakarta, justru melakukan blusukan ke berbagai gereja di Jakarta (Decilya, 2012). Aksi mereka berdua sungguh menyegarkan dan inspiratif. Tidak semua pemimpin di Indonesia berpandangan picik.
Pertanyaan yang sering mengganggu saya adalah apakah ‘nasib’ hari raya Natal di Indonesia juga akan sama seperti di negeri-negeri Timur Tengah yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Jawabannya ternyata sangat mengherankan. Kuncahyono (2012) menulis bahwa di Beirut, ibu kota Lebanon, mayoritas penduduknya beragama Muslim. Pada saat perayaan natal, semua penduduk ikut merayakannya. Keluarga-keluarga Muslim menghormati hari Natal dengan cara unik yaitu menghiasi rumah mereka dengan pohon Natal. Hubungan antar agama dan sekte selalu harmonis tidak hanya di Beirut saja tetapi di seluruh wilayah Lebanon.
Oleh karena itu, tidak heran apabila Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa Lebanon bukan sekedar negara saja, namun juga sebagai risalah atau dokumen tentang hubungan antar umat manusia yang saling menghormati. Pesan Paus itu terus diingat dan dilaksanakan oleh para pemimpin politik dan agama, baik Kristen maupun Muslim di Lebanon. Penduduk Lebanon melihat hari Natal sebagai kesempatan untuk memperbarui persahabatan. Situasi di Lebanon merupakan pesan perdamaian bagi seluruh umat di dunia, dan menjadi contoh tentang pluralisme yang berjalan dengan baik bagi Timur dan Barat.
Membaca tulisan dari Kuncahyono (2012) tersebut membuat saya berangan-angan, kapan penduduk Indonesia mampu berperilaku seperti penduduk Lebanon. Saya mengatakan sebagai angan-angan, karena hal itu merupakan suatu ironi dari sebuah bangsa yang mempunyai semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan itu berarti meskipun berbeda-beda tetapi sebenarnya adalah satu kesatuan. Seharusnya penduduk Indonesia bisa lebih harmonis perilakunya daripada penduduk Lebanon yang tidak mempunyai semboyan seperti Bhinneka Tunggal Ika. Jadi, rumah yang di dalamnya ada pohon natal tidak berarti penghuninya beragama Kristen atau Katolik. Begitu juga sebaliknya, orang yang memakai sarung dan peci belum tentu beragama Islam. Agama adalah keyakinan tentang Tuhan yang Maha Penyayang, dan keyakinan itu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu menyayangi teman-temannya tanpa membedakan agama, etnis, gender, kekayaan, atau paham politik sekalipun. Selamat Hari Natal bagi kita semua.
SUMBER:
Aco, H. (2012). Ketua FPI : Tokoh Islam yang ucapkan Natal jerumuskan umat. TRIBUNnews.com, 24 Desember 2012. Retrieved on Dec. 26, 2012 from http://id.berita.yahoo.com/ketua-fpi-tokoh-islam-yang-ucapkan-natal-jerumuskan-025214070.html

Decilya, S. (2012). Ke gereja Jokowi disoraki. Tempo.Co., 25 Desember 2012. Retrieved on Dec. 26, 2012 from http://id.berita.yahoo.com/ke-gereja-jokowi-disoraki-012442887.html

Kuncahyono, T. (2012). Catatan natal: Suatu petang di Lembah Bekaa. Kompas, 22 Desember 2012, halaman 1-15.

Padji, R. D. (2010). 10 film natal terbaik. Retrieved on Dec. 26, 2012 from http://reypadji.wordpress.com/2010/12/04/10-film-natal-terbaik/

Purnomo, W. A. (2012). MUI: Umat Islam Tidak Usah Ucapkan Selamat Natal. Tempo.Co 20 Desember 2012. Retrieved on Dec. 26 2012 from http://id.berita.yahoo.com/mui-umat-islam-tidak-usah-ucapkan-selamat-natal-233634086.html

Seo, Y. (2012). JK Abaikan Fatwa MUI Soal Ucapan Selamat Natal. Tempo.Co., Dec. 20, 2012 fromhttp://id.berita.yahoo.com/jk-abaikan-fatwa-mui-soal-ucapan-selamat-natal-072330426.html


Post a Comment

2 Comments

  1. Selamat Natal bu Shinta. Selamat tahun baru juga. Terlambat nggak apa-apa ya bu, karena saya barusan baca. Bagaimana kabar Psikologi UP45? Saya salah satu alumni yang sekarang berada di Kalimantan, ikut suami. Saya kangen dengan situasi di Yogyakarta, tidak seperti di sini serba panas. Salam hormat untuk para dosen, dan teruslah berjuang untuk kemajuan Psikologi UP45. Tidak ada yang sia-sia untuk berbuat baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halooo mbak Heru, terima kasih untuk responnya. Mohon maaf nih, saya lupa nama lengkap Anda. Wah saya sudah tua nih. Blog Kup45iana ini terbuka untuk mahasiswa UP45 dan juga alumninya. Tolong dikirimi artikel tentang Kalimantan. Ditunggu ya. Salam sukses untuk Anda dan keluarga.

      Delete

Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji