Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

KARYAWAN YANG GILA HORMAT



Esti Listiari & Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Foto : Elisa
Gila hormat adalah suatu perilaku yang sering ditunjukkan oleh karyawan yang usianya senior terhadap karyawan lain yang lebih junior usianya, tidak peduli posisinya lebih tinggi, sama atau pun lebih rendah. Karyawan senior gila hormat ini sering bermasalah terutama ketika rekan kerja yang lebih junior ternyata enggan memberi hormat seperti yang diharapkannya. Karyawan senior biasa mendapat sanjungan, sehingga ia merasa bahwa sudah semestinya (sewajarnya) ia diperlakukan sebagai orang terhormat oleh lingkungan sosialnya. Ia terbuai oleh kebiasaan mendapat penghormatan, dan yakin bahwa hal itu akan terjadi selamanya. Ia alpa bahwa penghormatan yang tulus bukan berakar dari usia yang semakin bertambah, tetapi bersumber pada perilaku yang bijaksana.
Perilaku gila hormat juga bisa terjadi pada karyawan junior yang menduduki posisi tinggi. Ia merasa sudah bersusah payah mencapai prestasi tinggi bahkan melampaui karyawan-karyawan senior lainnya. Akibatnya ia tidak mempunyai teman sebaya yang posisinya juga setara. Dalam pergaulan sehari-hari ia berhadapan dengan rekan kerja senior dan junior, namun mereka menganggapnya masih seperti dulu posisinya. Akibatnya cara memanggilnya juga tidak perlu atribut-atribut yang berbelit dan cara berkomunikasi juga masih seperti yang lama. Karyawan junior yang sukes sering kali tidak menyadari bahwa pola komunikasi teman-teman sebayanya tidak berubah sehingga mereka nampak seperti tidak menghormati adanya perubahan status pada karyawan junior. Dampaknya adalah karyawan junior tersebut merasa seperti dilecehkan.

Mengapa rasa hormat dari karyawan junior justru sulit diberikan kepada karyawan senior atau sebaliknya, karyawan senior terhadap karyawan junior yang posisinya lebih tinggi? Pada era global seperti sekarang ini, rasa hormat muncul tidak berdasarkan usia tetap berdasarkan perilaku bijak yang ditampilkan. Oleh karena itu tidak heran apabila banyak karyawan senior gila hormat yang justru cenderung tidak mendapatkan penghormatan dari rekan juniornya. Rekan junior merasa seperti dipaksa untuk memberi rasa hormat kepada karyawan senior berdasarkan alasan usia dan pengalaman, bukan karena perilaku bijak yang seharusnya ditampilkan. Usia senior memang relevan dengan banyaknya peristiwa yang dialaminya, namun tidak berarti ia menjadi lebih bijaksana. Seseorang menjadi bijaksana lebih karena adanya pergulatan batin yang intensif dan karena ia rajin menuntut ilmu, bukan karena bertambahnya usia. Kebijaksanaan justru dicapai dengan sikap yang rendah hati.
Para karyawan tidak memberi hormat pada teman sebayanya yang kebetulan berprestasi sehingga menempati posisi tinggi, karena mereka mungkin merasa tidak perlu. Pada masa lampau ketika posisi kerja belum tinggi, hubungan sosial mereka mungkin akrab. Setelah karyawan junior menempati posisi tinggi dan tidak ada teman sebayanya, maka mungkin ia merasa kesepian. Pergaulan sosialnya menjadi berubah yaitu bersosialisasi hanya dengan karyawan organisasi lain yang juga berposisi sama tingginya. Ia melihat bahwa di organisasi lain, seseorang yang menempati posisi tinggi seperti dirinya dihormati. Oleh karena itu ia pun menuntut lingkungan di organisasinya untuk lebih menghormatinya. Alasan selanjutnya, karyawan junior itu mungkin menjadi sombong karena mampu melampaui prestasi teman-teman sebayanya bahkan teman seniornya. Akibatnya ia menuntut lingkungan sosialnya untuk menghormatinya. Ini seperti suatu pemaksaan perilaku.
Apa saja perilaku gila hormat itu? Contoh perilaku gila hormat itu antara lain memaksa orang lain memanggil namanya dengan sebutan tertentu (bapak, ibu, yang mulia), memaksa orang lain untuk menggunakan bahasa halus yang ditujukan pada dirinya, memaksa orang lain menggunakan intonasi suara halus yang ditujukan pada dirinya, memaksa orang lain untuk mempersilakan dirinya mengambil kesempatan pertama, memaksa orang lain untuk membungkukkan badan bila melewati dirinya, dan memaksa orang lain untuk minta maaf pada keselaahan yang tidak dibuatnya demi menyenangkan dirinya. Pemaksaan itu mempunyai arti bahwa orang lain harus mengalah, harus menahan diri, atau harus mengorbankan diri demi orang yang dihormati.
Apakah perilaku gila hormat itu menyebalkan? Tentu saja perilaku gila hormat ini menyebalkan karena lingkungan sosial seperti dipaksa untuk memberi hormat pada orang-orang yang mana perilaku mereka sendiri tidak pantas untuk dihormati. Orang-orang yang memaksa lingkungan sosialnya untuk menghormati adalah orang yang tidak tahu diri.
Apa yang harus kita lakukan bila berhadapan dengan rekan kerja yang gila hormat? Sederhana sekali, cara menghadapi rekan kerja yang gila hormat ini. Penuhi saya, segala sesuatu yang diinginkan oleh orang yang gila hormat itu sampai dengan tahap tertentu. Apa saja tahap tersebut? Panggil dia dengan sebutan yang diinginkannya, bungkukkan badan bila bertemu dengan dia, pakailah bahasa dan intonasi halus bila berbicara dengannya. Apabila kita tidak tergesa-gesa atau hal yang diincar olehnya tidak penting bagi kita maka berikanlah kesempatan pertama padanya. Satu hal yang tidak boleh kita lakukan terhadap orang yang gila hormat tu adalah memberikan dispensasi dalam hal kebijakan organisasi, ketika kita memegang posisi sebagai pimpinan karyawan senior yang gila hormat ini. Berikanlah perintah atau instruksi dengan sangat hormat padanya, namun tetap tidak ada disepensasi baginya.
Mengapa kita perlu memberi hormat pada orang-orang yang gila hormat itu? Bukankah penghormatan yang sifatnya terpaksa itu akan semakin merendahkan kita? Memberi hormat (merendahkan diri kita) pada orang-orang yang gila hormat pada hakekatnya tidak akan membuat kita menjadi lebih rendah, lebih bodoh, atau lebih buruk. Perilaku memberi hormat pada orang-orang tidak tahu diri itu justru menunjukkan bahwa kita adalah orang yang lebih dewasa, lebih matang, dan lebih cerdik dalam pergaulan sosial. Hal ini karena memenuhi tuntutan penghormatan itu akan membuat urusan kita menjadi lebih lancar. Berdasarkan teori pertukaran sosial (social exchange theory), memberi hormat pada orang yang gila hormat adalah suatu hal yang remeh sebab imbalannya sangat berarti yaitu segala urusan kita menjadi lancar.
Oleh karena itu sebenarnya orang yang gila hormat adalah orang tolol, karena hanya dengan sebutan pemberian sebutan yang mulia saja maka ia akan memudahkan urusan kita. Semakin kita merendah, bukan berarti kita menjadi rendah, buruk atau tidak berarti. Tulisan ini sebenarnya merupakan penerapan dari nasehat orang-orang Jawa kuno, bahwa seseorang yang ’dipangku’ (atau dihormati, dimuliakan) maka ia akan ’mati’ (tidak berkutik). Tulisan ini juga akan membuat kita waspada apabila kita sering dihormati dan dimuliakan oleh orang lain, maka mungkin saja ada maksud-maksud tertentu dari orang yang memberi hormat itu. Jadi sekali lagi perlu ditekankan bahwa memberi hormat pada orang yang gila hormat dan menjadi waspada bila menerima penghormatan yang tidak wajar merupakan cerminan bahwa kita adalah individu yang matang, cerdik, dewasa, dan berhati-hati dalam bersosialisasi.



Post a Comment

1 Comments

  1. tenha um blog lucrativo trabalha em casa http://www.webdinheiro.org

    ReplyDelete

Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji